Sabtu, 14 Desember 2013

Sunnah-nya Para Pemberontak Khalifah 'Utsman

Sebagaimana diketahui, pemberontakan khalifah 'Utsman bin 'Affan -radhiyallahu 'anhu- bermula dari hasutan seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam bernama 'Abdullah bin Saba'. Ia menyebarkan banyak kebohongan atas nama 'Utsman kepada orang-orang arab badui yang umumnya lugu, membuat surat-surat palsu yang mengatasnamakan 'Aisyah, Az Zubair, Thalhah, 'Ali, dan lain-lain, yang semua isinya tentang pengingkaran atas 'Utsman dan mencela kebijakan pemerintahannya.

Beberapa isu yang diangkat serta tuduhan yang dialamatkan kepada 'Utsman, sebagiannya adalah dusta, semisal perintah untuk mengasingkan Abu Dzar, pemukulan atas Ibnu Mas'ud sampai ususnya sobek dan memukul 'Ammar bin Yasir sampai tulangnya patah. Tuduhan lainnya bukan dusta, tapi dibesar-besarkan, semisal nepotisme, kemudian pembakaran mushaf dan paksaan untuk merujuk pada satu mushaf saja, absen dari beberapa perang penting dan Bai'atur Ridhwan, menambah adzan jumat, tidak mengqashar shalat ketika safar, dan lain-lain.
Patut untuk dicermati dari isu yang diangkat untuk memberontak kepada 'Utsman di atas, ada perbedaan dengan isu yang diangkat untuk memberontak kepada 'Ali, khalifah setelahnya. Adapun 'Ali, maka yang dijadikan alasan untuk melepaskan diri darinya adalah anggapan bahwa 'Ali telah kafir karena tidak berhukum dengan hukum Allah. Sedangkan pada kasus 'Utsman, yang diangkat cenderung isu yang berkaitan dengan 'kejelekan' penguasa dan bukan kekafirannya.

 Imam Ahmad meriwayatkan dari sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Umar, bahwa ia berkata:

 عن بن عمر قال : استشارني عثمان وهو محصور فقال ما ترى فيما يقول المغيرة بن الأخنس قلت ما يقول قال يقول ان هؤلاء القوم إنما يريدون ان تخلع هذا الأمر وتخلي بينهم وبينه فقلت أرأيت ان فعلت أمخلف أنت في الدنيا قال لا قلت أفرأيت ان لم تفعل هل يريدون على ان يقتلوك قال لا قلت أفيملكون الجنة والنار قال لا قلت فإني لا أرى أن تسن هذه السنة في الإسلام كلما استخطوا أميرا خلعوه ولا ان تخلع قميصا ألبسكه الله عز و جل

'Utsman bin Affan berkonsultasi kepadaku, pada waktu itu ia sedang dikepung (oleh para pemberontak), katanya: "Apa pendapatmu mengenai apa yang dikatakan oleh Al Mughirah ibn Al Akhnas?"
 Aku bertanya: "Apa yang ia katakan?"
 'Utsman menjawab: "Katanya: “Kaum pemberontak itu hanya menginginkan supaya engkau mundur dari perkara (kekhilafahan) ini dan menyerahkannya pada mereka”.
 Maka aku (Ibnu 'Umar) katakan padanya: “Jika engkau mengundurkan diri, apakah engkau menjadi kekal di dunia?"
 Maka 'Utsman menjawab, "Tidak". 
 Aku bertanya lagi, "Kalau kau tidak menuruti mereka, apakah mereka punya alternatif lain selain membunuhmu?" 
Ia menjawab: "Tidak."
Kemudian aku bertanya lagi, “Apakah mereka yang memiliki surga dan neraka?”
Jawabanya "Tidak". 
Lalu aku berkata, "Kalau begitu, aku tidak ingin hal ini nantinya akan menjadi sunnah (kebiasaan) dalam Islam, bahwa setiap kali orang tidak suka dengan pemimpin mereka, mereka akan melengserkannya. Dan aku tidak setuju engkau melepaskan baju (kekhalifahan) yang telah Allah pakaikan padamu." (Fadhaailush Shahaabah, 1/473, no 767, dengan sanad shahih).

Namun sayangnya, 'sunnah' yang dikhawatirkan oleh Ibnu 'Umar ini malah dilestarikan oleh sebuah kelompok yang bercita-cita mengembalikan khilafah nubuwwah. Pendiri kelompok tersebut dalam sebuah kitabnya yang dijadikan rujukan anggotanya, mengarahkan untuk menyerang kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada saat ini, dari segi pengurusan untuk kemaslahatan rakyat. Semisal pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, dan hal-hal lainnya yang secara lahiriyah adalah perkara duniawi.

Ketika hari Jumat tiba, saat buletin yang lain menyajikan ilmu dan nasehat, buletin mereka yang isinya celaan terhadap pemerintah kadang ikut meramaikan masjid-masjid di tempat kita. Setiap isu yang sedang hangat, mereka bahas di buletin itu. Semisal kenaikan BBM, lonjakan harga bawang putih, dan lain-lain. Website mereka juga tak jarang memuat berita yang memfitnah para pemimpin di negeri-negeri muslim seperti Arab Saudi, Turki, dan semisalnya. Ketika berita itu terbukti fitnah dan dusta, mereka menghapusnya seolah tidak terjadi apa-apa.

Kita cukup merasa aneh dengan metode mereka dalam meraup simpati masyarakat, dari mana mereka mengambil sunnah seperti ini untuk menegakkan khilafah? Apakah zaman dulu Rasulullah melakukan seperti yang mereka lakukan? Apakah para sahabat demikian? Apakah para ulama di masa kerajaan Islam mencontohkannya? Justru kita dapati sunnah yang seperti ini adalah sunnah-nya Abdullah bin Saba' dan pemberontak 'Utsman.

Dengan cara seperti ini, seandainya masyarakat tergerak untuk kudeta, apakah mereka melakukannya untuk menegakkan kalimat Allah dan hukum Islam, ataukah karena ketidaksukaan mereka saja? Apakah niatnya lillah (karena Allah)  atau liddunya (karena duniawi)? Tentu mereka akan mendapatkan sesuai apa yang mereka niatkan.

Belum lagi jika setelah itu mereka berhasil berkuasa, bukankah mindset yang terbentuk di masyarakat akan menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri jika mereka tidak becus mengurus urusan umat? Masyarakat bisa tidak puas dengan pengurusan ala mereka, dan ingin menggulingkan mereka, tanpa peduli bahwa mereka membawa hukum Islam atau tidak. Karena sejak awal memang yang ditekankan adalah ketidak becusan mengurus keduniawian, dan itu yang dijadikan motivasi.

Oleh karena itu menurut hemat saya, kita menempatkan sesuatu itu pada tempatnya dan sesuai kadarnya. Khilafah dan persatuan umat dijelaskan kepada masyarakat sebagai bentuk kewajiban dalam agama. Bukan sebagai solusi dari permasalahan yang tidak ada hubungannya dengan sistem kenegaraan yang dipakai. Begitu pula dengan demokrasi (berhukum dengan hukum manusia) dipaparkan kepada mereka sebagai bentuk keharaman, bukan sebagai sumber dari segala permasalahan yang tidak ada hubungannya dengannya. Dan janganlah kita mengikuti sunnah-nya para pemberontak khalifah 'Utsman.

Wallahu a'lam.

13 komentar:

  1. jadinya OOT ya ustadz... kalo banjir karena gak ada khilafah, penggangguran karena gak ada khilafah, ntar gak bisa nikah gara-gara gak ada khilafah :)

    BalasHapus
  2. Sebaiknya penulis mencermati akan hadits diatas.
    Hadits trsebut merujuk kepada kepemimpinan khalifah utsman yg beliau sangat konsisten memegang teguh alQuran dan asSunnah sbg dasar hukum.

    Jadi mmg tidak diperkenankan melengserkan pemerintahan islam yg beepegang teguh kepada kitabullah seperti ini.

    Tidakkah kalian lihat hadits2 lain yg menyeru kpd amar makruf nahi mungkar?
    Tidakkah kalian melihat sirah Rasulullah dan sahabiyah dalam menaklukkan pemerintahan lainnya yg tidak menjadikan islam sebagai dasar negara.

    Baiknya lebih arif dalam menimbang suatu hadits, dan jangan serampangan mengartikannya.

    Wasslm.

    BalasHapus
  3. Bukan masalah boleh atau tidaknya melengserkannya. Taruhlah boleh melengserkan pemimpin muslim yang tidak berpegang teguh Kitabullah, apakah metodenya seperti yang mereka lakukan? Sebenarnya sudah anda jawab sendiri pada kalimat selanjutnya, bahwa Rasulullah dan sahabat menaklukkan negeri lain. Dengan jihad, bukan dengan propaganda menjelek2kan ala harakah tersebut. Selain itu yang mereka perangi dalam penaklukan itu adalah orang kafir, bukan muslim.

    Kalau anda beralasan amar ma'ruf nahi munkar, apakah yang senantiasa diserukan Rasulullah kepada orang2 kafir Makkah? Apakah ketidakbecusan mereka mengurus jamaah haji? Apakah ketidakmampuan mereka mendamaikan para kabilah? Tidak. Rasulullah tidak mengangkat isu-isu semacam itu. Beliau mendakwahkan tauhid, dan itulah yang dibenci oleh kaum kafir.

    Jadi anda perlu membantu mereka menjawab pertanyaan yang ada di tulisan di atas. Dari mana sunnah propaganda itu mereka ambil?

    BalasHapus
  4. Tulisan yang tendensius, setau saya HTI tuh berusaha membongkar makar penjajah bulan meniru paea pemberontak khalifah ustman.
    kalo disamakan dengan kasusnya usman d atas kan jauh berbeda, astaghfirullah.

    BalasHapus
  5. Rujuklah pada pendapat dan sikap ulama, karena perkataan setahu saya, menurut saya, pendapat saya, tidaklah keluar dari mulut orang yg sombong. Hapal juzz amma aja dah alhamdulillah

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Jelas berbeda sstem pemenrintahan seoramg kholifah(khilafah) dg demokrasi.
    Tp amar ma ruf ttp ada,sbgmn seorang wanita dl yg mengoreksi umar ra scra terang2an d hdpn org byk.
    Apalgi skrg yg obat2 pun hy 22 yg tersertifikasi halal, mslh bbm,human traficking.korupsi,dsb.

    Sprtinya qt semua termasuk saya perlu mmpljari lagi trkait fkta dna dalil,shgga tdk asal ngomong dan caplok sana sini. Kasihn yg baca,trkena imbas memfitnah .DOSA!!

    BalasHapus
  8. Kalau anda pernah membaca kitab Dukhul Al Mujtama, niscaya anda akan tahu bahwa yang dilakukan HT bukanlah dalam rangka amar ma'ruf, akan tetapi menyerang pemerintah untuk mengambil alih kekuasaan.

    Lagipula amar ma'ruf bukanlah seperti itu caranya. Kelihatan sekali bedanya antara menjelek-jelekkan dengan nasehat. Orang berakal akan bisa membedakannya, kecuali yang akalnya telah tertutupi oleh fanatisme.

    Oh iya, mengenai wanita yang mengoreksi 'Umar, riwayat tersebu dha'if. Penjelasannya ada pada artikel kami http://putradianto.blogspot.com/2012/12/takhrij-kisah-semua-orang-lebih-pintar.html

    Kalau memang ada yang berupa fitnah seperti yang anda katakan, silakan sebutkan di sini supaya bisa kami koreksi. Jika tidak, kami khawatir tuduhan itu akan berbalik kepada penuduh.

    BalasHapus
  9. Saya baru tahu kalau HTI pernah menyerang kebijakan pemerintah membangun RS, jembatan. Semoga fitnah ini semakin menunjukkan wajah sebenarnya pemberontak khilafah

    BalasHapus
  10. Taqiyyuddin An Nabhani, pendiri HT berkata:

    "… semestinya aktifitas Hizbut Tahrir yang paling menonjol adalah aktifitas menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan ummat dalam semua aspek, baik menyangkut cara penguasa tersebut mengurus kemaslahatan, seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, atau cara melaksanakan aktifitas yang meyebabkan penguasa tersebut mampu melaksanakan (urusan ummat) seperti pembentukan kementrian dan pemilihan wakil rakyat. Yang dimaksud dengan penguasa disini adalah Pemerintah."

    Diambil dari buku Dukhul Al Mujtama', telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Terjun ke Masyarakat. Silakan download terjemahnya di sini http://www.al-khilafah.org/p/download.html

    BalasHapus
  11. sepakat: "kita menempatkan sesuatu itu pada tempatnya dan sesuai kadarnya. Khilafah dan persatuan umat dijelaskan kepada masyarakat sebagai bentuk kewajiban dalam agama. Bukan sebagai solusi dari permasalahan yang tidak ada hubungannya dengan sistem kenegaraan yang dipakai. Begitu pula dengan demokrasi (berhukum dengan hukum manusia) dipaparkan kepada mereka sebagai bentuk keharaman, bukan sebagai sumber dari segala permasalahan yang tidak ada hubungannya dengannya. Dan janganlah kita mengikuti sunnah-nya para pemberontak khalifah 'Utsman"

    BalasHapus

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.