Rabu, 12 Juni 2013

Tidak Setiap Hadits Lemah Terangkat dengan Banyaknya Jalan

Kami tulis risalah ini untuk mereka yang tidak faham tentang dasar-dasar ilmu hadits namun sudah berani menghasankan atau menshahihkan sebuah riwayat yang dha'if berat dengan alasan berbilangnya jalan periwayatan. Mereka menyangka bahwa dengan adanya riwayat sejenis yang menyertainya, itu akan menjadi penguat bagi hadits yang dha'if berat tadi. Sayangnya, mereka tidak mengetahui secara rinci seperti apa hadits lemah yang bisa naik derajatnya menjadi hasan. Kita akan bahas sebuah kaidah yang semoga menjadi pencerahan bagi kita semua.

Sesungguhnya para ulama telah bersepakat bahwa hadits dha'if yang bisa terangkat menjadi hasan adalah hadits yang perawi di dalamnya lemah dalam hafalan, namun jujur dalam perkataan dan amanah dalam penukilan. Dengan kata lain, terdapat kelemahan dari sisi kedhabitan namun kuat dari sisi keadilannya.
Adapun jika perawinya dha'if karena kefasikan dan atau kedustaannya, maka riwayat yang semakna dengannya tidak memberi pengaruh apa-apa, bahkan menambah kelemahannya.

Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Al Ba'itsul Hatsits:

قال الشيخ أبو عمرو - وهي كنية ابن الصلاح: "لا يلزم من ورود الحديث من طرق متعددة؛ كحديث «الأذنان من الرأس» - أن يكون حسنا؛ لأن الضعف يتفاوت، فمنه ما لا يزول بالمتابعات، يعني لا يؤثر كونه تابعا أو متبوعا، كرواية الكذابين والمتروكين، ومنه ضعف يزول بالمتابعة، كما إذا كان راويه سيء الحفظ، أو روي الحديث مرسلا، فإن المتابعة تنفع حينئذ

Berkata Syaikh Abu 'Amr – Ibnu Shalah – , "Tidak setiap hadits yang mempunyai beberapa jalan, semisal hadits "Kedua telinga itu bagian dari kepala", menjadikan hadits tersebut berderajat hasan. Hal ini karena tingkat kelemahan hadits itu bermacam-macam, sebagian di antaranya ada yang tingkat kelemahannya tidak bisa hilang dengan keberadaan hadits yang menyertainya, yakni baik itu berupa tabi' maupun matbu', sebagaimana riwayat dari para perawi pendusta dan matruk. Dan di antaranya ada yang kelemahannya tertolong dengan adanya riwayat penyerta, sebagaimana riwayat yang lemah karena buruknya hafalan, atau meriwayatkan hadits mursal, maka ketika itu riwayat penyerta bermanfaat baginya."

Secara lebih rinci, para ulama menjelaskan bahwa hadits lemah yang bisa diangkat menjadi hasan, tidak lepas dari tiga jenis sebab, yaitu:
  1. Lemah karena kesamaran. Maksudnya adalah ketiadaan informasi (jahalah) mengenai keadaan rawi, yaitu penilaian jarh dan ta'dil-nya.
  2. Lemahnya hafalan rawi. Yakni dimana ia jujur dan beriman, atau ada padanya sifat adil, namun kadang atau sering salah, atau tercampur hafalannya.
  3. Lemah karena keterputusan, semisal irsal. Dan disyaratkan padanya bahwa yang meng-irsal-kan tersebut adalah seorang imam yang hafizh.
Maka jika jenis kelemahannya adalah semacam di atas, dibolehkan untuk menjadikannya syawahid(penguat) atau i'tibar. Adapun perawi yang pendusta, atau tertuduh dusta, fasiq, atau matruk, maka sebagaimana dijelaskan Ibnu Shalah di atas, tidak bisa dijadikan penguat, dan tidak bisa dikuatkan/menguatkan satu sama lainnya.

Di antara contoh hadits yang diriwayatkan dengan banyak jalur namun para ulama sepakat melemahkannya, adalah hadits:

من حفظ على أمتي أربعين حديثا بعث يوم القيامة فقيها

"Barangsiapa di antara umatku menghafal empat puluh hadits, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai seorang yang faqih."

Hadits ini diriwayatkan oleh para ulama dalam kitab mereka, semisal Al Baihaqi, Al Khatib Al Baghdadi, Ibnu 'Asakir, Ibnu Abdil Barr, dan yang lainnya melalui beberapa jalan dari beberapa sahabat di antaranya Abdullah bin Mas’ud, 'Ali bin Abi Thalib, Mu'adz bin Jabal, Abu Darda, Abu Sa'id Al Khudri, Abu Hurairah, Abu Umamah, Abdullah bin 'Abbas, Abdullah bin 'Umar, Abdullah bin 'Amr ibnul 'Ash, Jabir bin Samurah, Buraidah, dan Anas bin Malik. Namun para ulama sepakat bahwa hadits ini dha'if walaupun diriwayatkan dari banyak jalan. Hal ini karena keadaan perawi yang ada di jalan-jalan tersebut ada yang matruk (ditinggalkan), ada pemalsu hadits, pendusta, dan sifat-sifat lain yang kedaannya tidak memungkinkan riwayat tersebut untuk naik derajat menjadi hasan lighairihi.

Sebenarnya masih banyak contoh yang lain namun kita cukupkan satu saja sekedar untuk memberi pengertian bahwa hadits yang mempunyai banyak jalan periwayatannya, bukan jaminan bahwa hadits tersebut bisa menjadi shahih atau hasan. Harus dilihat jenis dha'ifnya apakah dha'if ringan ataukah berat. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.