Minggu, 28 Desember 2014

Pedoman Berpendapat dan Memilih Pendapat

Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemudahan dalam mengakses berbagai pemikiran dalam Islam, terkadang seseorang bingung kemana ia harus berpegang dan memilih mana yang benar karena saking banyaknya pendapat. Berikut beberapa pedoman jika kita mendapati hal semacam itu pada masa sekarang, yang dibagi secara garis besar menjadi dua kaidah.

Kaidah Pertama: Tidak keluar dari pendapat para salaf dengan menambah pendapat baru

Imam Asy Syafi'i (w. 204 H) berkata, sebagaimana dinukil dalam Al Madkhal:

إذا أجتمعوا ( أي الصحابة ) أخذنا باجتماعهم ، وإن قال وأحدهم ولم يخالفه أخذنا بقوله ، فإن اختلفوا أخذنا بقول بعضهم ، ولم نخرج مـن أقاويلهم كلهم

"Jika para sahabat telah bersepakat tentang sesuatu, maka kita mengambil kesepakatan mereka. Jika salah seorang mereka berpendapat lalu tidak ada yang menyelisihinya, maka kita mengambil pendapat itu. Jika mereka berselisih, maka kita ambil salah satu perkataan mereka, dan tidak berpendapat selain dari pendapat-pendapat mereka." [Al Madkhal ilas Sunan Al Kubra, 110]

Jumat, 19 Desember 2014

Sebagian Adab Sederhana Namun Penting

Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain sehingga mengharuskan adanya interaksi dan komunikasi yang intens. Efek dari seringnya kita berinteraksi kadang membuat seseorang lupa menjaga adab sehingga terjadi pergesekan yang tidak diinginkan.

Apa sajakah adab yang sederhana namun penting untuk diperhatikan? Berikut beberapa contohnya.

1. Memanggil seseorang sesuai adat yang berlaku.

Sabtu, 20 September 2014

Al Albani dan Asy'ariyyah

Apakah Asy'ariyah termasuk Ahlus Sunnah?

Penanya:
"...Mengenai Asy'ari, apakah bisa kita katakan mereka itu termasuk ahlus sunnah wal jama'ah?"

Syaikh:
"Jawaban yang adil adalah, mereka adalah ahlus sunnah dalam banyak perkara, dan tidak termasuk ahlus sunnah dalam sebagian kecilnya."

Kamis, 11 September 2014

Membicarakan Seseorang yang Tidak Suka Kebaikannya Disebut

Pertanyaan:
Apakah memuji saudara kita di belakangnya termasuk ghibah?

Jawab:
Alhamdulillah shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada Rasulullah beserta keluarganya dan para sahabatnya, amma ba'du.

Batasan ghibah adalah: menyebut tentang seseorang di belakang dirinya, sesuatu yang ia tidak sukai. Sebagaimana dalam hadits ketika ditanyakan pada Rasulullah, "Apakah ghibah itu wahai Rasulullah?" Maka beliau menjawab: "Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci."

Selasa, 29 Juli 2014

Beramal dengan Pendapat yang Lemah

Di antara bentuk keluasan dalam agama ini adalah adanya pendapat-pendapat yang sifatnya ijtihadiyah sehingga seorang muslim boleh memilih pendapat mana yang menurutnya lebih kuat secara dalil maupun pendalilan. Namun bagi orang awam yang tidak mampu menentukan pendapat mana yang paling kuat di antara para ulama, hendaknya ia bertaqlid pada salah satu ulama yang ia percayai dan tidak memilah-milah pendapat yang sesuai keinginannya saja.

Pendapat yang kuat disebut juga sebagai rajih, dan pendapat yang lemah disebut dengan marjuh. Sebagaimana disebutkan di atas, seorang muslim yang diberi akal dan pengetahuan mesti memilih pendapat yang paling kuat, yang kemudian menjadi pendapat yang rajih baginya. Ia tidak boleh sengaja memilih pendapat yang menurutnya keliru/lemah (marjuh) dan meninggalkan pendapat yang baginya benar/kuat (rajih).

Jumat, 27 Juni 2014

Hukum Musik dari Suara Manusia

Berikut terjemahan transkrip tanya jawab bersama Syaikh 'Abdul 'Aziz Ath Tharifi mengenai hukum musik yang dihasilkan dari suara manusia dengan menirukan bunyi-bunyian alat musik seperti drum, dan lain sebagainya.

Penanya: Bagaimana hukum suara manusia yang menimbulkan efek seperti bunyi alat musik?

Syaikh: Bunyi beirama, begitu?

Minggu, 01 Juni 2014

Masyhur Namun Tidak Shahih: Kisah Taubatnya Al Fudhail bin 'Iyadh

Telah masyhur kisah taubatnya Al Fudhail bin 'Iyadh, seorang ulama besar pada zamannya. Berikut kisah lengkap dengan sanadnya:

قال ابن عساكر في تاريخ دمشق (48/ 384) : أخبرنا أبو القاسم زاهر بن طاهر أنبأنا أبو بكر البيهقي أنبأنا أبو عبد الرحمن السلمي أنبأنا محمد بن جعفر البغدادي أبو بكر الحافظ حدثنا الحسن بن عبد الله بن سعيد العسكري حدثنا أبو القاسم بن أخي أبي زرعة حدثنا أبو محمد بن إسحاق بن راهوية حدثنا أبو عمار عن الفضل بن موسى قال كان الفضيل بن عياض شاطرا يقطع الطريق بين أبي ورد وسرخس وكان سبب توبته أنه عشق جارية فبينا هو يرتقي الجدران إليها إذ سمع تاليا يتلو " ألم يأن للذين آمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله " فلم سمعها قال بلى يا رب قد آن فرجع فأواه الليل إلى خربة وإذا فيها سابلة فقال بعضهم نرتحل وقال بعضهم حتى نصبح فإن فضيلا على الطريق يقطع علينا قال ففكرت وقلت أنا أسعى بالليل في المعاصي وقوم من المسلمين ههنا يخافوني وما أرى الله ساقني إليهم إلا لأرتدع اللهم إني قد تبت إليك وجعلت توبتي مجاورة البيت الحرام

Ibnu 'Asakir berkata dalam Tarikh Dimasyq (48/384):

Senin, 05 Mei 2014

Makna "Dishahihkan Al Hakim dan Disepakati Adz Dzahabi"

Soal:
Sering kita baca sebuah hadits yang diakhiri kalimat: "HR Al Hakim, dan beliau mengatakan hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim". Kadang setelahnya ada tambahan "Disepakati oleh Adz Dzahabi". Apa maknanya? dan apakah kemudian bisa dijadikan pegangan bahwa hadits tersebut Shahih?

Jawab:
Imam Al Hakim menulis sebuah kitab hadits berjudul Al Mustadrak 'Ala Ash Shahihain, atau lebih dikenal dengan Al Mustadrak, dimana di dalamnya merupakan kumpulan hadits-hadits yang menurut beliau memenuhi syarat Al Bukhari dan Muslim namun tidak dikeluarkan keduanya dalam kitab Shahih mereka.

Kamis, 27 Februari 2014

Cukupkah Penghukuman Hadits oleh Ulama Terdahulu?

Fadhilatusy Syaikh Al Albani -rahimahullah- ditanya:
Apakah cukup bagi seorang penuntut ilmu, penghukuman hadits sebagai shahih atau dha'if oleh para hafizh hadits terdahulu? Misalnya dengan membaca karya Al Hafizh Al 'Iraqi dalam kitab Takhrij beliau, lalu dikatakan oleh Al 'Iraqi bahwa hadits ini shahih. Maka apakah boleh bagi penuntut ilmu tersebut untuk mencukupkan diri dengannya? Dan semisal Al 'Iraqi seperti Imam Ahmad dan selainnya?

Jawab beliau:
Masalah ini serupa dengan taqlid dalam fiqih. Maka, cukup bagi seorang penuntut ilmu untuk mendengarkan pendapat dari Imam yang diikuti - Aku tidak mengatakan terbatas di antara imam yang empat saja . Mereka adalah orang yang lebih banyak dikaruniai keutamaan oleh Allah 'azza wa jalla -, dan beramal dengannya. Kita katakan: Tidaklah mungkin bagi setiap penuntut ilmu untuk berada dalam satu level penguasaan dalam mengenali kebenaran dari apa yang diperselisihkan manusia. Maka cukuplah bagi penuntut ilmu untuk merealisasikan ayat yang mulia: 

فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

"Maka bertanyalah pada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui." [QS An Nahl:43]

Rabu, 22 Januari 2014

Jamak Ta'khir Ketika Sudah Sampai Kembali di Rumah

Pertanyaan diajukan kepada Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin -rahimahullah- perihal shalat jamak ta'khir. Berikut teks pertanyaan beserta jawabannya.

Soal:
Semoga Allah memberkahi engkau. Pendengar dari Mesir berkata: Kami melakukan perjalanan mingguan kira-kira lebih dari 100 km jaraknya. Apakah boleh bagi kami meng-qashar shalat pada keadaan semacam ini? Dan apakah boleh melaksanakan shalat isya setelah sampai di rumah? Kami mengharapkan faidah dari Anda.

Jawab:
Jika seseorang bersafar sejauh jarak itu, maka ia mengqashar shalatnya. Berdasarkan firman Allah:

(وإذا ضربتم في الأرض فليس عليكم جناحٌ أن تقصروا من الصلاة)