Minggu, 29 September 2013

Bagaimana Seorang Muhaddits Menilai Riwayat

Secara umum,  langkah seorang muhaddits dalam menilai sebuah riwayat adalah sebagai berikut:

(1) Mengecek setiap perawinya.
Ini mencakup dua hal yang berurutan: jati diri perawi, kemudian kualitas perawi.

a. Jati diri perawi
Kadang ada beberapa perawi yang berbeda namun namanya sama, bahkan nama bapaknya juga sama. Misalnya Anas bin Malik, nama ini dimiliki oleh sepuluh orang. Ada pula yang sama sampai nama kakeknya, semisal Ahmad bin Ja'far bin Hamdan.

Lantas bagaimana menentukan rawi mana yang dimaksud dalam sebuah sanad, jika hanya disebutkan namanya saja? Inilah pentingnya mengetahui biografi setiap perawi, yang di dalamnya terdapat tahun kelahiran dan wafatnya, domisilinya, siapa saja gurunya, siapa saja muridnya, siapa nama kunyah-nya (Abu Fulan, Abu Allan, dsb), apa laqab/gelar-nya (Al Bukhari, As Sijistani, dll). Dari biografinya bisa kita ketahui rawi mana yang dimaksud dalam sanad tersebut, yaitu perawi yang mempunyai hubungan guru-murid atau yang memungkinkan untuk bertemu dalam sanad itu.

Sabtu, 28 September 2013

Beraninya Cuma di Tulisan?

Bukan hanya sekali saya temui, beberapa anggota sebuah harakah ketika ada fikrah/pemikiran organisasinya yang dikritik, mereka menyarankan untuk mengadakan diskusi langsung di dunia nyata saja daripada berbalas tulisan. Terlepas dari apapun tujuannya, saya pribadi tidak sepenuhnya sepakat. Ada beberapa alasan mengapa diskusi lewat tulisan lebih utama daripada diskusi tatap muka:

Pertama, debat secara langsung itu, selain membutuhkan ilmu di luar kepala, juga membutuhkan kepandaian berbicara. Sekalipun seseorang di atas kebenaran dan ilmu, namun jika ia kalah cakap dalam berdebat dengan lawannya, maka yang salah akan tampak benar, yang benar akan tampak salah.