Jumat, 27 Juni 2014

Hukum Musik dari Suara Manusia

Berikut terjemahan transkrip tanya jawab bersama Syaikh 'Abdul 'Aziz Ath Tharifi mengenai hukum musik yang dihasilkan dari suara manusia dengan menirukan bunyi-bunyian alat musik seperti drum, dan lain sebagainya.

Penanya: Bagaimana hukum suara manusia yang menimbulkan efek seperti bunyi alat musik?

Syaikh: Bunyi beirama, begitu?

Penanya: Betul, akan tetapi keseluruhannya dari suara manusia.

Syaikh: Apapun itu, yang disebut dengan irama yang menyerupai pukulan alat musik, (maka) sama saja apakah berasal dari permainan alat atau sejenisnya, ataupun dengan bibir, atau dengan teknologi tertentu, misalnya dengan menggunakan program komputer yang menirukan alat-alat musik.

Kita katakan: Apa yang menyerupai kebatilan maka itu adalah kebatilan. Syariat telah melarang sebagai contohnya mengenai minuman keras.Pada asalnya, yang disebut minuman keras adalah khamr dan anggur. Meskipun demikian, selain dari itu juga termasuk minuman memabukkan sebagaimana produk miras modern saat ini. Jika terkumpul faktor yang membuatnya memabukkan akal, maka itu termasuk darinya.

Jika dengan memukul-mukul atau mengetuk sesuatu bisa menirukan bunyi irama musik, maka ia termasuk musik. Sama saja apakah ia berasal dari alat elektronik ataukah dari semacam tongkat/kecapi, atau drum (genderang) atau semisal itu. Kita katakan, maksud dari hal itu adalah satu.

Ada sebagian orang yang menyerupai (menirukan) beberapa alat musik dengan suaranya. Dia mendatangkan suara atau kemampuan tertentu yang menjadikan penyerupaan atau sedikit menyerupainya. Maka menyerupai sebuah suara itu seolah-olah seperti suara itu sendiri, apakah yang demikian ini termasuk perkara yang diharamkan? Ya, kita katakan ini haram. Kenapa? Karena apa yang menyerupai kebatilan, maka itu adalah kebatilan. Syariat tidak membedakan antara hal-hal yang mirip atau identik, dan ini adalah kaidah.

Maka setiap yang mengarah kepada faktor yang dilarang Pembuat Syariat, maka hal tersebut terlarang. Dan ini adalah salah satu pokok-pokok yang dipegang para ulama dalam berfatwa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.