Sabtu, 27 Agustus 2011

Jadilah Diri Sendiri?

Apa yang terbayang di benak Anda jika ada orang yang mengatakan kalimat di atas? Saya pribadi tidak setuju kalau dibilang mesti seperti itu. Jika ditanyakan kenapa, mari kita bandingkan dua ilustrasi berikut:

Ilustrasi 1
Seorang suami mengaku kecewa dengan tingkah istrinya yang terlalu banyak berbicara dan bergosip ketika arisan. Dia mengadu kepada temannya tentang hal tersebut, lalu temannya menimpali, "Ah, sudahlah. Biarlah dia jadi dirinya sendiri". Si suami pun pulang dengan tangan dan perasaan hampa, karena tidak mendapat solusi bagaimana cara menasehati istrinya yang berakhlak kurang baik itu selain dengan membiarkannya.
Ilustrasi 2
Suatu ketika ada kejadian yang mengejutkan di halaman depan masjid. Terlihat dua orang muslim sedang bertengkar hanya karena masalah sepele: salah satu dari mereka, si Alan, selalu berusaha merapatkan shaf-nya ketika shalat berjamaah, sedangkan satunya lagi, si Fulan, enggan disentuh oleh kaki orang lain. Mereka pun berdebat selepas shalat. Kata orang yang melihat mereka, "Ah, sudahlah, si Fulan memang wataknya begitu, sok suci ga mau disentuh orang laen. Biarkan dia apa adanya." Kata sebagian yang lain, "Apa ga sebaiknya kita kasih tau si Alan supaya cara menasehati si Fulan mesti lebih halus, supaya tidak terlihat seperti bertengkar seperti itu? Seperti nasehat Rasulullah kepada orang badui ketika kencing di masjid?"

Setelah membaca kedua ilustrasi di atas, menurut Anda mana yang lebih memuaskan? Membiarkan orang menjadi "dirinya sendiri", atau mengajaknya menjadi "diri orang lain" yang lebih baik?

Adapun jika dibiarkan seseorang itu menjadi dirinya sendiri dalam kejelekan, tentulah tidak akan selesai masalah. Jika dia dinasehati untuk menjadi lebih baik akhlaknya, maka walaupun ini akan membuat dia menjadi "orang lain", tapi itulah hakikat nasehat! Karena setiap manusia punya sisi baik dan sisi buruk. Salah satu definisi dan fungsi nasehat adalah, memaksimalkan sifat-sifat baik dari manusia serta meminimalkan sifat-sifat buruk dari manusia. Kalaulah kalimat "Jadilah diri sendiri" itu benar, lalu apa gunanya Allah menyuruh kita saling menasehati dalam kebaikan dan saling menetapi dalam kesabaran?

Sebaik-baik teladan adalah Rasulullah, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur-an, di antaranya:
Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar2 di atas akhlak yang agung. [QS Al Qalam: 4]
dan juga,
 Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat. [QS Al Ahzab: 21]

Telah masyhur juga di telinga kita sabda beliau:
"Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."  [HR Al-Hakim]

Oleh karena itu, janganlah ragu untuk menjadi "orang lain" jika memang itu baik. Jangan terhipnotis dengan kata-kata semisal "Jadilah apa adanya" atau "Jadilah diri sendiri" karena pada hakikatnya kita tetap bisa jadi diri sendiri pada sisi-sisi positif kita. Dan jangan sungkan untuk mengatakan pada dirimu sendiri, "Aku ingin berakhlak baik seperti Rasulullah". Semoga Allah memudahkan langkah kita semua. Wallahu a'lam.

Magelang, Ba'da subuh 27 Ramadhan 1432 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.