Rabu, 07 November 2012

Islam Bukan Milikku Seorang

Saat ini kita hidup di zaman di mana problematika umat begitu kompleks dan sistemik. Kemaksiatan dan kebid'ahan tersebar di mana-mana, sedangkan orang yang berpegang teguh pada agama jumlahnya tak banyak. Ketika ada kasus yang menghebohkan, semisal "Goyang Ngebor", maka kaum muslimin bertanya, kemana pemerintah/MUI? Kemana para 'ulama? Subhanallah, seolah-olah permasalahan itu hanya tanggung jawab para 'ulama saja. Padahal, hal semacam itu eksis karena adanya pasar. Siapakah konsumen pasar televisi dan media di negeri ini? Kaum muslimin. Maka dari itu, permasalahan ini bukanlah tanggung jawab para 'ulama saja, akan tetapi juga kaum muslimin seluruhnya. Islam bukan hanya milik mereka, bukan milik saya saja. Islam milik kita semua. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak.

Diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari bahwa Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam berpesan: "Mudahkanlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan buat orang lari, tolong menolonglah dan jangan berselisih." [HR Bukhari dan Muslim]

Maksud dari tolong menolong di sini adalah saling bahu membahu dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah:
Tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. [QS Al Maidah: 2]

Ibnu Khuwaiz Mindad berkata, "Tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa dapat dengan beberapa bentuk: seorang ulama mengangkat manusia dengan ilmunya dengan mengajari mereka, seorang yang kaya dengan hartanya, seorang yang berani andil dengan keberaniannya di jalan Allah.." [Tafsir Al Qurthubi]. Kalimat beliau ini memberi arti bahwa setiap orang punya andil terhadap kebaikan umat ini, sesuai dengan apa yang ia punya.

Seseorang tidak akan mendapatkan semua kebaikan. Tidak ada satu manusia yang terkumpul sekaligus padanya kefaqihan, ketaqwaan, kaya, akhlaknya baik, sabar, pemberani, pandai manajemen, dan sebagainya. 'Umar bin Khaththab sendiri sebagai seorang pemimpin yang sudah berpengalaman, pernah mengeluhkan, "Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan gigihnya orang fajir dan lemahnya orang yang terpercaya.". Maksud beliau, sekalinya ada orang gigih, dia fajir (banyak dosa). Sekalinya ada yang terpercaya, dia lemah. Oleh karena itu. karena setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka manajemen yang baik diperlukan untuk memanfaatkan kelebihan masing-masing orang dengan menempatkan orang pada posisi yang sesuai.

Rasulullah pada zaman dahulu, berikut para Khulafaur Rasyidin, telah mencontohkan bagaimana manajemen mereka terhadap orang-orang yang mempunyai tipe dan keahlian yang berbeda-beda untuk menyalurkan potensi mereka agar bermanfaat bagi Islam. Berikut beberapa contoh di antaranya:

1. Khalid bin Walid.
Beliau tidak dikenal sebagai jajaran shahabat yang paling 'alim dan faqih di antara sahabat lain, namun beliau ditunjuk Khalifah Abu Bakar sebagai panglima untuk menumpas orang-orang murtad di Bani Hanifah. Padahal sebelumnya beliau telah melakukan kesalahan ketika membunuhi orang-orang Bani Juzaimah akibat salah paham. Mengapa Abu Bakar masih memilih beliau sebagai pemimpin? Hal ini tidak lain karena beliau mempunyai potensi dalam hal ketegasan, keberanian dan siasat perang, yang tidak dimiliki oleh sahabat lain yang walaupun secara keilmuan di atas Khalid.

2. Thalq bin 'Ali
Beliau adalah orang Yamamah, dan orang di daerah tersebut terkenal pandai membuat bangunan. Maka ketika para sahabat membangun masjid, Rasulullah menyuruh mereka untuk menyerahkan adonan tanah ke Thalq bin 'Ali karena beliau-lah ahlinya dalam hal ini. [HR Ahmad]

3. Al Harits bin Kaldah
Suatu hari Sa'ad -radhiyallahu 'anhu- sakit, maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menjenguk dan memeriksa dadanya, kemudian bersabda "Sesungguhnya engkau laki-laki yang sakit di pankreas, pergilah ke Al Harits bin Kaldah dari Bani Tsaqif, karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan hendaknya ia mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.” [HR Abu Dawud]
Walaupun Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- tahu secara umum ramuan obat yang sebaiknya diminum dan cara meraciknya, akan tetapi beliau tidak meraciknya sendiri, dan meminta Sa'ad agar pergi ke Al Harits bin Kaldah sebagai seorang tabib yang lebih paham dan rinci. Ini merupakan bentuk penyerahan Rasulullah pada ahlinya, walaupun Al Harits bin Kaldah adalah seorang musyrik yang kafir.

4. Tawanan Perang Badr
Rasulullah memanfaatkan tawanan perang Badr yang tidak punya uang penebusan, untuk mengajari baca-tulis anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar sebagai tebusan mereka. Ini potensi orang kafir yang tidak dimiliki sebagian kaum muslimin, yang bisa dimanfaatkan Rasulullah dengan baik.

5. Zaid bin Tsabit
Rasulullah butuh penerjemah bahasa Ibrani untuk surat-surat beliau, maka beliau memilih Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa tersebut. Padahal masih banyak orang yang lebih utama dari beliau. Hal ini karena Zaid seorang yang cerdas, masih muda dan belum banyak kesibukan. Hasilnya, dalam waktu yang sangat singkat beliau sudah menguasai bahasa tersebut. 

6. Usamah bin Zaid bin Haritsah
Ketika mengutus pasukan ke Mu'tah, Rasulullah memilih Usamah bin Zaid yang masih berumur 16 tahun untuk memimpin perang Mu'tah. Padahal di dalam pasukan tersebut terdapat Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, dan sahabat senior lainnya. Latar belakangnya adalah karena orang tua Usamah bin Zaid terbunuh saat melawan Romawi sebelumnya, sehingga beliau menjadi orang yang paling semangat untuk membalaskan kewafatan ayahnya. Saat yang lain mungkin sudah mulai lelah, beliau akan tetap semangat dan berapi-api. Apalagi mengingat bahwa jumlah kaum muslimin dibandingkan tentara Romawi ketika itu cukup jauh timpangnya.

Demikian sebagian dari kisah yang bisa kita ambil faidahnya, bahwa setiap orang punya potensi masing-masing, dan itu sebabnya setiap orang menempati posisinya sesuai potensinya. Right man on the right place.

Di negeri ini telah terlalu banyak orang yang 'serba bisa'. Kalau hari biasa jadi pelawak, kalau Ramadhan jadi 'ustadz', kalau tahun baru jadi penyanyi, kalau di forum diskusi jadi ahli politik, kalau di dunia maya jadi ahli konspirasi, dan seterusnya. Orang-orang semacam ini nyata dan ada di sekitar kita. Na'udzubillah, jangan sampai kita seperti mereka yang 'serba bisa' ini. Karena orang yang seperti ini justru yang akan mengacaukan keadaan yang sebelumnya teratur. Hendaknya kita fokus ke posisi kita masing-masing, jangan overlap ke bidang dan tanggung jawab orang lain. Semoga sumbangsih kita sekecil apapun, bisa memberi manfaat pada Islam yang kita cintai ini. Islam bukan milikku seorang, tapi milik kita semua.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya. Hanya kepada Allah kita memohon hidayah dan taufiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.