Selasa, 27 November 2012

Mensyukuri Nikmat Lupa

Lupa merupakan tabiat dasar manusia. Dalam bahasa Arab, manusia diterjemahkan sebagai al-insaan, yang berasal dari kata nasiya (lupa), karena dahulu manusia itu diberi amanah namun lupa terhadap amanah tersebut. Dan karena itu pula dikatakan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Sebagian dari kita memandang lupa sebagai sesuatu yang buruk dan tidak disukai. Padahal, lupa adalah salah satu dari sekian banyak nikmat Allah yang dianugerahkan kepada setiap insan. Bukankah Allah berfirman bahwasanya nikmat dari-Nya itu amat banyak sampai kita tidak kuasa menghitungnya? Dan bukankah kadang kita baru menyadari dan mensyukuri suatu nikmat setelah dicabutnya nikmat itu dari kita?
Coba kita renungkan sejenak, apa yang terjadi jika nikmat lupa ini dicabut dari kita.. Siapa di antara kita yang belum pernah mengalami kesedihan yang mendalam? Bukankah kita berjuang untuk melupakannya? Dan setiap sesekali teringat, kesedihan melanda kembali, hidup berasa sempit. Jika sesekali ingat saja bisa membuat menderita, bagaimana jika tidak bisa lupa sama sekali? Subhanallaah, alangkah menderitanya hidup..

Dan siapakah di antara kita yang pernah mengalami kegembiraan sampai tertawa terbahak-bahak? Bagaimana jika kita tidak bisa melupakan kebahagiaan itu? Sepanjang hari, sepanjang hidup dan sepanjang jalan tertawa karena teringat hal-hal lucu dan menggembirakan? Alangkah capeknya hidup..

Orang yang sudah tua, tentunya telah mengalami banyak hal baik sedih maupun senang. Sangat banyak. Ketika ia telah menjadi seorang pikun dan pelupa, maka sejatinya itu nikmat dari Allah. Karena saat tubuh sudah lemah, Allah tidak menambahkan beban hidupnya dengan memori-memori yang menyedihkan di masa lalu.

Maka dari itu, bersyukurlah atas nikmat lupa, dan jangan terlalu berlebihan mencelanya sehingga kita termasuk orang yang kufur terhadap nikmat Allah dan mendapatkan adzab. Dia berfirman yang artinya:
Kalau engkau mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Kutambahkan bagimu. Jika engkau mengkufurinya, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih. [QS Ibrahim: 7]

Di antara hal yang menggambarkan betapa Penyayang-nya Allah adalah, Dia tidak menghukum kita karena nikmat lupa yang dianugerahkan-Nya ke kita. Allah berfirman yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya. Ia akan mendapatkan pahala atas usahanya dan mendapatkan siksa atas kesalahannya. (Lalu mereka berdoa), ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah". [QS Al Baqarah: 286].

Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan kesalahan-kesalahan umatku yang tidak disengaja, karena lupa dan yang dipaksa melakukannya." [HR Ibnu Majah dan Al Baihaqi]

Dijadikan bagi kita syariat sujud sahwi bagi yang lupa dalam rakaatnya. Bayangkan jika ketika shalat tidak boleh lupa sama sekali. Bisa jadi kita mengulang shalat sampai beberapa kali. Sebaliknya, dalam shalat yang mestinya kita lupa urusan-urusan duniawi, datanglah setan membisikkan untuk mengingat hal-hal yang terlupa ketika di luar shalat, sebagaimana tersebut dalam hadits:
"Jika adzan untuk shalat dikumandangkan, setan akan lari terbirit-birit sambil terkentut-kentut sehingga tidak mendengar adzan. Jika adzan telah usai diapun akan kembali menggoda. Ketika iqamah dikumandangkan setanpun akan lari hingga usai iqamah setan akan mendatangi orang yang shalat lalu membisikkan ke hati seseorang sembari berkata: ‘Ingat ini..ingat itu..’ setan mengingatkan apa-apa yang telah dia lupakan hingga seseorang tidak mengetahui berapa rakaat yang telah ia kerjakan."  [HR Al Bukhari]. Itulah sebabnya kita sering mengingat hal-hal yang sulit kita ingat, justru ketika kita dalam keadaan shalat. 

Dan di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah, dibolehkan bagi seseorang untuk meneruskan puasa jika terlupa makan di siang hari, dengan tetap dianggap sah tanpa harus mengqadha. Biasanya yang suka terlupa adalah orang yang jarang puasa atau sudah lama tidak puasa, sehingga Allah menurunkan rahmat-Nya dalam bentuk lupa bahwa ia sedang puasa, sehingga ia bisa makan minum, karena barangkali ia tidak akan kuat sampai maghrib karena belum terbiasa. Adapun yang sudah terbiasa puasa sunnah maka telah kuat raganya untuk puasa, maka tidak diberi nikmat lupa oleh Allah untuk makan di siang hari. Inilah hikmahnya.

Oleh karena itu sekali lagi kami mengajak kepada diri kami sendiri dan para pembaca untuk merenungkan bahwa lupa tidaklah sepenuhnya suatu keburukan. Ia adalah nikmat bagi setiap manusia, dan hendaknya kita banyak-banyak bersyukur pada Allah atas nikmat-nikmat--Nya yang tak terhitung ini. Allahu a'lam.

Akhukum,
Ristiyan Ragil P
Duri, 26 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan berkaitan dengan isi tulisan. Hindari berkata tanpa ilmu dan bertanya yang tidak berfaidah.